News terbaru – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, memberikan tanggapannya terhadap wacana pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi yang diusulkan akan dimulai pada tanggal 17 Agustus 2024. Wacana ini pertama kali diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Erick, langkah ini seharusnya dilakukan untuk memastikan bahwa subsidi BBM benar-benar tepat sasaran, yaitu untuk mereka yang membutuhkan, bukan untuk orang-orang yang mampu secara ekonomi.
“Kita harus memastikan bahwa BBM subsidi ini tidak digunakan oleh orang-orang yang seharusnya tidak memenuhi syarat untuk mendapatkannya,” ujar Erick saat ditemui di Kota Tua, Jakarta. Lebih lanjut, Erick mengungkapkan harapannya agar Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur tentang pembatasan BBM subsidi dapat segera diselesaikan untuk diterapkan.
Saat ini, pemerintah tengah dalam proses untuk merevisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Selain itu, aturan pembatasan pembelian elpiji subsidi juga sedang dipertimbangkan untuk diberlakukan. “Kami sangat mendukung percepatan revisi Perpres 191 ini, tidak hanya untuk BBM, tetapi juga untuk gas, mengingat impor LPG yang kini mencapai tingkat yang cukup tinggi. Ini adalah masalah yang perlu kita selesaikan, agar subsidi dapat tepat sasaran,” jelas Erick.
Terkait kesiapan Pertamina, Erick menegaskan bahwa Pertamina akan mengikuti semua kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. “Kami menunggu kebijakan yang jelas dari pemerintah,” tambahnya. Erick juga menekankan bahwa BUMN seperti Pertamina, meskipun besar dalam skala operasionalnya. Tetap mengikuti kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah sebagai pengambil keputusan utama.
Sebelumnya, Luhut Binsar Pandjaitan mengisyaratkan bahwa pemerintah akan mulai memberlakukan pembatasan pembelian BBM subsidi mulai tanggal 17 Agustus 2024. “Kami berharap mulai tanggal 17 Agustus ini. Orang-orang yang tidak memenuhi syarat untuk menerima subsidi BBM dapat kita kurangi,” ucap Luhut. Langkah ini diharapkan juga dapat menghemat anggaran dalam APBN 2024.
Selain melakukan pembatasan BBM subsidi, pemerintah juga sedang mendorong pengembangan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif untuk menggantikan BBM berbasis fosil. Bioetanol, yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik seperti tanaman dengan kandungan karbohidrat tinggi, diharapkan dapat membantu mengurangi polusi udara yang disebabkan oleh emisi dari kendaraan bermotor.
Luhut menjelaskan bahwa kandungan sulfur dari bensin konvensional bisa mencapai 500 ppm. Sementara bioetanol memiliki kandungan sulfur yang jauh lebih rendah, hanya sekitar 50 ppm. “Kandungan sulfur yang tinggi dapat mempengaruhi kualitas udara dan berdampak buruk pada kesehatan manusia. Khususnya dalam meningkatkan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA),” jelasnya.
Pengembangan bioetanol saat ini sedang dipercepat oleh Pertamina. Dengan harapan dapat memberikan dampak positif yang signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. “Jika semua ini berjalan sesuai rencana, kita dapat menghemat lebih banyak lagi,” tambah Luhut.
Wacana ini juga muncul sebagai respons terhadap perkiraan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Bahwa anggaran subsidi energi pada tahun ini akan meningkat. Faktor-faktor seperti harga minyak dunia, produksi minyak dalam negeri, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menjadi parameter utama yang mempengaruhi anggaran subsidi energi.
“Hingga semester pertama tahun 2024, Kementerian Keuangan telah mengeluarkan subsidi energi sebesar Rp 42,9 triliun. Yang terdiri dari subsidi BBM sebanyak 7,16 juta kiloliter dengan nilai Rp 8,7 triliun, dan subsidi LPG 3 Kg sebanyak 3,4 juta kiloliter dengan nilai Rp 34,2 triliun,” tambahnya.
Dengan demikian, rencana pemerintah untuk membatasi pembelian BBM subsidi dan mendorong pengembangan bioetanol. Sebagai alternatif bahan bakar menjadi langkah strategis dalam menjaga keberlanjutan energi dan lingkungan di Indonesia.