Pasukan Suriah Serang Militan Alawite, 750 Warga Tewas
News terbaru – Lebih dari 1.000 orang tewas dalam bentrokan selama dua hari antara kelompok militan bersenjata yang berafiliasi dengan sekte Alawite Bashar al-Assad dan pasukan keamanan Suriah yang mendukung penguasa baru. Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia melaporkan bahwa korban tewas mencakup 745 warga sipil, 125 anggota pasukan keamanan, dan 148 pejuang yang setia kepada Assad.
Kekerasan brutal terjadi di Jableh, Baniyas, dan daerah sekitarnya yang menjadi pusat komunitas Alawite di Suriah. Kepala Observatorium, Rami Abdulrahman, menyebut insiden ini sebagai salah satu kekerasan terburuk dalam 13 tahun konflik sipil Suriah. Korban tewas termasuk wanita dan anak-anak dari minoritas Alawite yang menjadi sasaran serangan mematikan.
Pada Kamis (6/3/2025), pemerintah baru Suriah mulai menindak kelompok yang mereka anggap sebagai pemberontak baru setelah serangan mematikan oleh militan loyalis Assad. Bentrokan sengit menyebabkan puluhan anggota pasukan keamanan tewas, sementara pasukan pemerintah menghadapi perlawanan dari kelompok bersenjata yang terorganisir.
Pemerintah Suriah menerapkan langkah darurat dengan memblokir akses ke wilayah pesisir untuk mengendalikan situasi dan mencegah eskalasi lebih lanjut. Pasukan keamanan dikerahkan di jalan-jalan kota untuk memulihkan ketertiban.
Komite darurat yang dibentuk oleh otoritas militer bertugas menindak setiap pelanggaran selama operasi. Siapa pun yang terbukti melanggar perintah militer akan diadili di pengadilan militer.
“Baca Juga : 6 Perguruan Pencak Silat Legendaris, Nomor 1 Go Internasional!”
Laporan mengenai pembunuhan gaya eksekusi terhadap puluhan pria Alawite di satu desa semakin menimbulkan pertanyaan tentang kemampuan pemerintah baru dalam memerintah secara inklusif, yang menjadi perhatian utama negara-negara Barat dan Arab.
Bashar al-Assad digulingkan pada Desember lalu setelah puluhan tahun memerintah dengan tangan besi. Pemerintahannya ditandai dengan penindasan brutal dan perang saudara yang berkepanjangan. Kini, Suriah memasuki babak baru di bawah kepemimpinan Presiden sementara Ahmed Sharaa.
Dalam pidato yang disiarkan televisi pada Jumat (7/3/2025), Sharaa menegaskan dukungannya terhadap tindakan keras pasukan keamanan. Namun, ia memperingatkan agar pasukan tidak bertindak berlebihan. “Yang membedakan kita dari musuh adalah komitmen kita terhadap nilai-nilai kita,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa warga sipil dan tawanan harus diperlakukan dengan baik.
Rami Abdulrahman, seorang aktivis yang telah mendokumentasikan pelanggaran hak asasi manusia selama lebih dari satu dekade, menyebut peristiwa ini sebagai pembantaian sektarian. Ia menegaskan bahwa kekerasan ini bertujuan mengusir warga Alawite dari rumah mereka.
Pada Sabtu (8/3/2025), Kementerian Pertahanan dan badan keamanan dalam negeri menyatakan bahwa mereka berupaya memulihkan ketertiban di wilayah pesisir. Namun, situasi di lapangan semakin memburuk dengan meningkatnya jumlah warga yang mengungsi.
Enam penduduk setempat melaporkan bahwa ribuan warga Alawite dan Kristen telah meninggalkan rumah mereka sejak Kamis. Mereka khawatir akan keselamatan mereka di tengah meningkatnya ketegangan.
Ratusan pengungsi, termasuk wanita, anak-anak, dan orang tua, kini mencari perlindungan di pangkalan militer Rusia di Hmeimim, Latakia. Rekaman dari lokasi dan laporan saksi mata mengonfirmasi bahwa kondisi di pengungsian semakin memprihatinkan.
“Baca Juga : Satgas Gagalkan Penyelundupan Senpi & Rp369 Juta ke KKB”