News terbaru – Bisphenol A (BPA) adalah bahan kimia yang umum digunakan dalam pembuatan berbagai produk plastik dan kemasan makanan. Menurut Prof. Ir. Akhmad Zainal Abidin, pakar polimer dari Institut Teknologi Bandung (ITB), BPA ditemukan di banyak produk sehari-hari. “Secara saintifik, BPA bahan kimia dapat ditemukan di mana-mana, dari udara hingga air minum. Banyak bahan kemasan makanan yang mengandung senyawa kimia ini,” jelas Prof. Akhmad.
BPA terdapat dalam dua jenis bahan plastik utama: polikarbonat dan epoksi resin. Polikarbonat sering digunakan dalam galon air dan casing elektronik, sementara epoksi resin umumnya ditemukan pada kaleng makanan dan thermal paper. “Kaleng-kaleng pun bisa mengandung BPA karena dilapisi epoksi resin. Selain itu, thermal paper juga mengandung BPA,” tambahnya.
Prof. Akhmad juga mengingatkan bahwa BPA bisa terlepas ke lingkungan, tergantung pada kondisi seperti suhu. “Makin mudah lepas kalau panas. Jika dingin, pori-pori plastik menyempit, tetapi jika panas, plastik mengembang dan bisa melepaskan BPA,” ungkapnya.
Kandungan BPA dalam produk sehari-hari menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap kesehatan, khususnya mengenai risiko kanker. Dr. dr. Andhika Rachman, SpPD, K-HOM, seorang ahli hematologi dan onkologi medik, menjelaskan bahwa BPA bisa memicu berbagai masalah kesehatan. “BPA adalah senyawa yang mirip dengan hormon estrogen. Pada orang-orang yang rentan, paparan BPA dalam jumlah kecil bisa merangsang hormon estrogen, yang dalam jangka panjang bisa menimbulkan masalah seperti polip, kista, dan bahkan kanker,” jelas Dr. Andhika.
Dr. Andhika menegaskan bahwa meskipun belum ada riset langsung pada manusia, kemungkinan adanya gangguan kesehatan tetap ada. “BPA dianggap sebagai bahan kimia radikal bebas oleh tubuh dan dapat mengganggu metabolisme. Walaupun sebagian besar BPA dikeluarkan melalui urin, 10 persen yang tersisa masih berpotensi menimbulkan masalah,” tambahnya.
“Baca juga: Galon Guna Ulang untuk AMDK, Penjelasan BPOM”
Prof. Akhmad menjelaskan pentingnya metabolisme tubuh dalam mencegah bahaya BPA. “Apakah BPA akan mengendap di tubuh atau dicerna tergantung pada interaksi antara reseptor dan agennya. Jika interaksinya baik, maka metabolisme terjadi dengan baik dan BPA tidak akan mengendap di tubuh yang dapat memicu kanker dan masalah kesehatan lainnya,” jelasnya.
Dr. Karin Wiradarma, M. Gizi, Sp. GK, seorang dokter spesialis gizi klinik, menambahkan bahwa penelitian mengenai BPA masih terbatas pada hewan coba dan observasi. “Saat ini, belum ada penelitian yang dapat menyimpulkan hubungan kausalitas antara paparan BPA dan kanker pada manusia. Namun, tubuh manusia memiliki mekanisme detoksifikasi untuk membuat BPA inaktif,” ungkap Dr. Karin.
Anak-anak dan bayi adalah kelompok yang lebih rentan terhadap bahaya BPA. Dr. Karin menjelaskan bahwa bayi memiliki kadar BPA yang lebih tinggi dibandingkan orang dewasa. “Penelitian menunjukkan bahwa kadar BPA pada bayi bisa mencapai sekitar 4 nanogram, meskipun ini masih jauh di bawah ambang batas aman yang ditetapkan BPOM,” kata Dr. Karin.
Hal ini disebabkan oleh ketidakmampuan hati bayi untuk memetabolisme BPA dengan baik. “Lever bayi, terutama yang baru lahir, belum matang dan tidak dapat mencerna BPA secara efektif. Seiring bertambahnya usia, kemampuan metabolisme meningkat, dan kadar BPA menurun menjadi sekitar 2 nanogram,” lanjutnya.
Oleh karena itu, organisasi seperti U.S. Food and Drug Administration (FDA) dan asosiasi dokter anak di Amerika Serikat menyarankan agar menghindari penggunaan botol bayi yang mengandung BPA. “Regulasi seperti Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024, yang mewajibkan label risiko BPA pada galon isi ulang berbahan polikarbonat, adalah langkah yang baik untuk melindungi masyarakat,” kata Dr. Karin.
“Simak juga: Perbedaan Kulit Bayi dan Dewasa”
Menghindari paparan BPA melibatkan beberapa langkah sederhana. Memilih kemasan yang bebas BPA dan menghindari penggunaan produk plastik yang berpotensi mengandung BPA adalah langkah awal yang penting. Menggunakan alternatif seperti kaca atau stainless steel untuk wadah makanan dan minuman juga dapat mengurangi risiko paparan BPA.
“BPOM berupaya melindungi masyarakat dengan regulasi yang ada. Masyarakat perlu lebih sadar tentang risiko BPA dan bagaimana cara melindungi diri mereka dari bahaya kesehatan yang mungkin timbul,” ujar Dr. Karin.
Dengan memahami risiko dan mengambil langkah-langkah preventif, diharapkan kita dapat mengurangi dampak negatif dari paparan BPA dan melindungi kesehatan diri serta keluarga.