News terbaru – PT Pertamina (Persero), Salah satu langkah terbarunya yang menarik perhatian adalah rencana untuk mengubah minyak goreng bekas, atau yang dikenal dengan sebutan ‘jelantah’, menjadi bahan bakar. Inisiatif ini tidak hanya akan membantu mengurangi limbah tetapi juga berkontribusi pada pengembangan energi yang lebih berkelanjutan.
SVP Technology Innovation Pertamina, Oki Muraza, dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, mengungkapkan bahwa perusahaan sedang dalam proses untuk menghasilkan bahan bakar yang berasal dari minyak goreng bekas pada akhir tahun ini. Menurutnya, inovasi ini merupakan langkah penting dalam upaya perusahaan untuk memangkas emisi dan mengurangi dampak lingkungan dari limbah.
“Baca juga: Pinjaman Online Menembus Angka Rp 66,79 Triliun”
“Minyak goreng bekas sering kali dibuang begitu saja, yang sebenarnya bisa dimanfaatkan lebih baik. Daripada hanya menjadi limbah yang dapat menyebabkan penyumbatan di saluran air, kita ingin mengubahnya menjadi bahan bakar yang efisien dan berkelanjutan,” jelas Oki Muraza.
Dengan teknologi yang sedang dikembangkan, Pertamina berencana untuk mengumpulkan minyak goreng bekas dari berbagai sumber dan mengolahnya menjadi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan. Ini tidak hanya akan mengurangi limbah tetapi juga memberikan alternatif yang lebih berkelanjutan untuk bahan bakar konvensional.
Rencana besar Pertamina untuk minyak jelantah tidak berhenti pada produksi bahan bakar kendaraan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Mengungkapkan ambisi untuk menggunakan minyak jelantah sebagai bahan bakar untuk pesawat atau avtur. Rencana ini diungkapkan saat memimpin Rapat Rancangan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Pengembangan Industri Sustainable Aviation Fuel (SAF) di Indonesia.
Luhut menjelaskan bahwa penggunaan bahan bakar ramah lingkungan seperti SAF sudah menjadi tren global. Dengan negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia telah memulai pengembangan dan produksi SAF. Dengan potensi pasokan 1 juta liter minyak jelantah per tahun di Indonesia, negara ini memiliki peluang besar untuk memasuki pasar SAF.
“Pernahkah Anda berpikir bahwa minyak jelantah bisa menjadi bahan bakar untuk industri aviasi? Ini sebenarnya sudah dilakukan di beberapa negara tetangga kita. Indonesia memiliki potensi besar untuk memproduksi SAF dari minyak jelantah ini,” ungkap Luhut dalam unggahan Instagram resminya.
Luhut juga menyebutkan bahwa Pertamina telah melakukan uji coba statis yang sukses untuk SAF, termasuk uji coba pada mesin jet CFM56-7B. Keberhasilan uji coba ini menunjukkan bahwa produk SAF buatan Pertamina layak digunakan pada pesawat komersil.
“Simak juga: Penerapan Biodiesel B40, Menteri ESDM Pastikan Tahun Depan”
“Produksi avtur ramah lingkungan yang telah kami uji coba membuktikan bahwa produk ini tidak hanya bermanfaat untuk mengurangi emisi. Tetapi juga dapat digunakan secara efektif dalam industri penerbangan,” jelas Luhut.
Inisiatif ini memiliki manfaat ganda. Dari segi lingkungan, mengolah minyak jelantah menjadi bahan bakar mengurangi limbah yang biasanya mencemari saluran air dan lingkungan sekitar. Selain itu, ini juga membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak terbarukan.
Dari perspektif ekonomi, pengolahan jelantah menjadi bahan bakar dapat menciptakan peluang bisnis baru dan meningkatkan perekonomian lokal. Ini juga membuka peluang bagi industri lain untuk berpartisipasi dalam rantai pasokan bahan bakar ramah lingkungan.
Rencana Pertamina untuk mengubah minyak goreng bekas menjadi bahan bakar ramah lingkungan. Merupakan langkah maju yang signifikan dalam upaya menuju energi yang lebih berkelanjutan. Dengan inovasi ini. Perusahaan tidak hanya berkomitmen untuk mengurangi dampak lingkungan tetapi juga memberikan kontribusi nyata pada pengembangan teknologi energi terbarukan di Indonesia. Selain itu, ambisi untuk memproduksi bahan bakar pesawat ramah lingkungan menunjukkan komitmen Indonesia untuk berpartisipasi dalam tren global dan berkontribusi pada industri aviasi yang lebih bersih.