Modus Oplos Pertalite Jadi Pertamax, Dirut Pertamina Terlibat!
News terbaru – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, terlibat dalam kasus pengoplosan BBM Pertalite menjadi Pertamax. Kasus ini mengejutkan masyarakat setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Riva Siahaan sebagai tersangka dalam dugaan korupsi terkait tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) untuk periode 2018 hingga 2023.
Menurut keterangan dari Direktur Penyidikan Kejagung, Abdul Qohar, Riva Siahaan melakukan praktik oplos dengan membeli BBM jenis RON 90, yang seharusnya digunakan untuk Pertalite, namun dibayar sebagai RON 92, yang merupakan jenis BBM Pertamax. Pengoplosan tersebut terjadi di depot, di mana Pertalite yang berharga lebih murah dicampur untuk menghasilkan Pertamax.
“Ini modus yang saya katakan RON 90, tetapi dibayar RON 92, lalu dioplos dan dicampur,” jelas Abdul Qohar saat konferensi pers pada Selasa (25/2/2025). RON 90 adalah bahan bakar yang biasa digunakan di Indonesia sebagai Pertalite, sedangkan RON 92 adalah Pertamax dengan kualitas lebih tinggi.
Qohar menegaskan bahwa pengoplosan minyak ini bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Meskipun Kejagung belum merinci secara lengkap terkait proses pengoplosan tersebut. Dia memastikan informasi lebih lanjut akan disampaikan setelah proses penyidikan selesai.
“Baca Juga : Kisah Mohamed Salah Maafkan Perampok dan Bantu Rumahnya”
Kasus ini mengundang perhatian publik, karena pengoplosan BBM oleh pejabat tinggi di perusahaan negara dapat merugikan masyarakat dan menyalahi aturan yang berlaku di sektor energi.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap adanya praktik korupsi yang melibatkan pejabat tinggi PT Pertamina. Dalam pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang, ditemukan adanya markup kontrak pengiriman yang dilakukan oleh Yoki Firnandi (YF). Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping. Akibatnya, negara mengeluarkan biaya tambahan sebesar 13 hingga 15 persen secara ilegal.
Selain YF, tersangka lain dalam kasus ini adalah Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR), yang dikenal sebagai Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa. MKAR diketahui mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut.
Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini, antara lain Riva Siahaan (RS). Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga; Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional; dan Yoki Firnandi. Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping. Tersangka lainnya adalah Agus Purwono (AP), VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional; Dimas Werhaspati (DW). Komisaris PT Navigator Khatulistiwa; dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ), Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur PT Orbit Terminal Merak.
Akibat tindak pidana korupsi ini, negara mengalami kerugian total mencapai Rp193,7 triliun. Rincian kerugian termasuk kerugian ekspor minyak mentah sekitar Rp35 triliun, kerugian impor minyak mentah sebesar Rp2,7 triliun. Serta kerugian subsidi dan kompensasi yang mencapai Rp147 triliun pada tahun 2023. Kasus ini mencerminkan betapa besar dampak korupsi terhadap keuangan negara.
“Baca Juga : Prestasi Gemilang Indra Sjafri di Timnas Indonesia Sebelum Dipecat”