News terbaru – Korea Utara kembali melakukan peluncuran rudal balistik, kali ini ke arah laut di sebelah timur negara itu. Menurut militer Korea Selatan, rudal yang tampaknya merupakan jenis jarak menengah (IRBM) tersebut meluncur sejauh 1.100 kilometer sebelum jatuh ke laut. Insiden ini menjadi peluncuran rudal pertama Pyongyang dalam dua bulan terakhir.
Militer Korea Selatan mengecam keras tindakan tersebut, menyebutnya sebagai “provokasi yang jelas”. Sebagai tanggapan, mereka telah meningkatkan pengawasan terhadap potensi peluncuran rudal lanjutan dari Korea Utara. Selain itu, koordinasi informasi terkait insiden ini juga dilakukan secara erat dengan Amerika Serikat dan Jepang.
Kunjungan Menlu AS ke Seoul
Peluncuran rudal tersebut bertepatan dengan kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken, ke Seoul. Blinken dijadwalkan mengadakan pertemuan penting dengan sejumlah pejabat tinggi Korea Selatan.
Pada Senin (6/1/2025), Blinken bertemu dengan penjabat presiden Korea Selatan, Choi Sang-mok. Dalam pertemuan itu, Blinken menegaskan bahwa hubungan antara Washington dan Seoul merupakan landasan penting untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.
Krisis Politik di Korea Selatan
Peluncuran rudal ini juga terjadi di tengah situasi politik yang tidak stabil di Korea Selatan. Negara tersebut sedang menghadapi ketegangan domestik setelah upaya darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada Desember 2024 yang sempat menimbulkan kontroversi besar.
Dengan peluncuran ini, perhatian dunia kembali tertuju pada Semenanjung Korea, menambah kompleksitas hubungan internasional di kawasan tersebut.
“Baca Juga : Lucio Cecchinello Kritik Honda: Kesalahan Besar Andalkan Marc Marquez”
Mantan Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, yang dicabut kekuasaannya setelah pemakzulan oleh parlemen, kini menghadapi ancaman penangkapan. Sementara itu, Mahkamah Konstitusi sedang mempertimbangkan apakah ia akan dicopot sepenuhnya dari jabatannya. Keputusan Yoon untuk mengumumkan darurat militer sebelumnya mendapat kritik keras, termasuk dari Korea Utara yang mengecam tindakan tersebut sebagai “gila” dan menyebutnya sebagai “kediktatoran fasis”.
Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, yang dianggap sebagai diktator oleh masyarakat internasional, memanfaatkan situasi ini untuk meningkatkan tekanan regional. Keluarga Kim telah memimpin Korea Utara selama beberapa dekade dengan membangun kultus kepribadian yang kuat.
Peluncuran Rudal sebagai Sinyal Provokasi
Peluncuran rudal balistik terbaru Korea Utara terjadi di tengah ketegangan politik di Korea Selatan dan meningkatnya aktivitas militer AS di kawasan. Rudal tersebut diluncurkan di lepas pantai timur Korea Utara, menjadikannya peluncuran pertama dalam dua bulan terakhir.
Pada bulan November lalu, Pyongyang meluncurkan tujuh rudal balistik jarak pendek di lepas pantai timur hanya sehari sebelum pemilihan presiden AS. Hal ini dianggap sebagai bentuk protes terhadap latihan militer trilateral antara AS, Korea Selatan, dan Jepang yang melibatkan pesawat pengebom jarak jauh.
Kritik dari Kim Yo Jong
Latihan militer tersebut juga menuai kritik dari Kim Yo Jong, saudara perempuan Kim Jong Un. Yang menyebut langkah AS sebagai unjuk kekuatan yang provokatif. Korea Utara terus menggunakan uji coba rudal sebagai strategi untuk menunjukkan kekuatannya, terutama dalam menghadapi aliansi militer yang melibatkan AS dan sekutunya di kawasan.
Dengan situasi politik yang tidak stabil di Korea Selatan, peluncuran ini menambah ketegangan regional. Memperkuat fokus pada dinamika keamanan di Semenanjung Korea.
“Baca Juga : Wuling Tingkatkan TKDN, Baterai Mobil Listrik Akan Diproduksi Lokal”