News terbaru – Kemenyan Danau Toba Dalam budaya lokal, kemenyan sering digunakan dalam upacara atau ritual untuk berkomunikasi dengan roh halus, melawan energi negatif, dan berbagai tujuan spiritual lainnya. Namun, di balik aura mistis ini, kemenyan juga menyimpan potensi ekonomi yang menggiurkan. Salah satu Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang didukung oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah berhasil mengolah kemenyan menjadi produk parfum bernilai tinggi yang diminati pasar.
Marlundu Lumbal Gaol, seorang pelaku UMKM dari pinggiran Danau Toba, Sumatra Utara, adalah contoh sukses dalam memanfaatkan potensi lokal. Melalui usahanya yang bernama Lamitana Atsiri Medicamento, Marlundu mengubah kemenyan, yang telah menjadi bagian dari budaya lokal selama berabad-abad, menjadi produk yang sangat bernilai. Pada pameran Indonesia Research and Innovation Expo (INARI) Expo 2024 yang berlangsung dari 8-11 Agustus di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Jawa Barat, Marlundu memamerkan inovasinya dalam mengolah kemenyan menjadi minyak esensial dan parfum.
“Baca juga: Alpukat, Superfood bagi Kesehatan”
“Kemenyan yang tumbuh di pinggiran Danau Toba memiliki kualitas yang sangat baik. Kami melihat peluang besar dalam mengolah kemenyan ini menjadi minyak esensial yang bernilai tinggi,” ujar Marlundu. Ia menjelaskan bahwa harga getah kemenyan mentah mencapai Rp300.000 per kilogram, namun setelah diolah dan disuling menjadi minyak, nilai ekonominya bisa melonjak menjadi Rp3.000.000 per kilogram. Minyak kemenyan ini kemudian digunakan sebagai bahan dasar parfum yang menawarkan aroma khas dan mewah.
Sejak 2022, Marlundu dan UMKM-nya telah mendapatkan dukungan dari BRIN melalui program Perusahaan Pemula Berbasis Riset (PPBR). Program ini bertujuan untuk memberikan bimbingan dan pelatihan kepada UMKM dalam pengembangan produk berbasis riset dan inovasi. “Dengan adanya program PPBR, kami mendapat pelatihan tentang cara mengolah kemenyan menjadi bahan pengikat untuk parfum dan juga memanfaatkan aroma tumbuhan lokal untuk menciptakan kombinasi aroma yang unik,” jelas Marlundu.
Pelatihan dan bimbingan ini sangat berarti bagi pengembangan usahanya. Karena memungkinkan Marlundu untuk mengoptimalkan potensi kemenyan yang berasal dari kampung halamannya. “Kami tidak hanya menanam dan mengolah kemenyan sendiri, tetapi juga meracik minyak kemenyan dengan biaya produksi yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan produk parfum impor,” tambahnya.
“Simak juga: Dokter Richard Lee, Pelajaran Hidup dari Pengalaman Dipenjara
Kemenyan dari Danau Toba dikenal memiliki kualitas superior. Menurut Marlundu, kadar citronella dalam kemenyan dari daerah tersebut mencapai 60%. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemenyan dari daerah lain yang hanya sekitar 40%. “Ini menunjukkan kekayaan alam dan cuaca di Danau Toba yang mendukung pertumbuhan kemenyan berkualitas tinggi,” ungkapnya.
Parfum yang dihasilkan oleh Lamitana merupakan campuran minyak kemenyan dan berbagai minyak atsiri dari hutan Indonesia, termasuk kayu, bunga, dan resin. Kombinasi ini menciptakan aroma yang mewah dan tahan lama, memberikan nilai tambah pada produk tersebut. “Parfum kami menawarkan keunikan dan kualitas yang sulit ditemukan pada produk lain di pasar. Dan ini berkat keunggulan kemenyan Danau Toba,” kata Marlundu.
Marlundu berharap program PPBR dari BRIN akan terus mendukung dan memajukan UMKM di daerah-daerah seperti Danau Toba. “Kami sangat terbantu dengan pelatihan dan dukungan yang diberikan. Kami berharap ke depan BRIN tetap memperhatikan dan mendukung UMKM untuk terus berkembang dan bersaing di pasar global,” tuturnya.
Transformasi kemenyan dari bahan mistis menjadi produk parfum bernilai tinggi adalah contoh nyata bagaimana inovasi dan dukungan riset. Dapat mengubah potensi lokal menjadi peluang ekonomi yang menguntungkan. Dengan kualitas dan kreativitas yang dimiliki. Parfum berbasis kemenyan dari Danau Toba berpotensi untuk menjadi produk unggulan yang dikenal luas di pasar internasional.