Iran Tingkatkan Siaga Militer, Persiapkan Konflik dengan AS
News terbaru – Iran meningkatkan kesiagaan militernya ke level tertinggi sambil memperingatkan negara-negara tetangga yang menjadi tuan rumah pangkalan militer Amerika Serikat. Peringatan ini disampaikan Iran melalui pesan resmi yang dikirimkan ke Irak, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Turki, dan Bahrain. Negara-negara tersebut diperingatkan agar tidak mengizinkan wilayah udara atau darat mereka digunakan oleh AS untuk melancarkan serangan terhadap Iran.
Menurut seorang pejabat yang mengetahui situasi tersebut, Iran menganggap penggunaan wilayah negara-negara tersebut oleh pasukan AS sebagai tindakan permusuhan. Laporan mengenai peningkatan siaga militer Iran ini pertama kali diungkapkan oleh Reuters pada Minggu, 6 April 2025. Langkah tegas ini diambil sebagai respons terhadap ancaman dari Presiden AS, Donald Trump, yang sebelumnya mengirimkan surat resmi kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Dalam surat tersebut, Trump mendesak Iran untuk melakukan pembicaraan langsung terkait penghentian program nuklir Teheran. Presiden AS itu mengancam akan melancarkan kampanye pengeboman jika kesepakatan baru tidak tercapai. Namun, Teheran dengan tegas menolak permintaan pembicaraan langsung tersebut.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyebut proposal Trump sebagai sesuatu yang “tidak berarti” dan meragukan ketulusan Amerika Serikat. Ia menegaskan bahwa ancaman yang disertai permintaan negosiasi tidak dapat diterima. “Jika Anda menginginkan negosiasi, lalu apa gunanya mengancam?” kata Araghchi dalam pernyataannya yang dikutip oleh RT.
Sementara itu, Iran tetap bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai dan bukan untuk mengembangkan senjata nuklir. Ketegangan antara Iran dan AS terus meningkat, mengancam stabilitas kawasan dan memicu kekhawatiran internasional.
Seorang pejabat Iran yang tidak disebutkan namanya memperingatkan bahwa setiap tindakan agresif dari negara-negara tetangga yang mendukung operasi militer AS akan menghadapi konsekuensi serius. Pernyataan ini disampaikan sebagai respons atas meningkatnya ketegangan antara Iran dan Amerika Serikat setelah serangkaian ancaman dan peringatan dari kedua belah pihak.
“Baca Juga : Serangan Roket Hamas Mengguncang Kota-Kota di Israel”
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah menginstruksikan angkatan bersenjata Iran untuk berada dalam siaga tinggi guna menghadapi potensi ancaman dari Washington. Perintah tersebut bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan serangan AS, yang diancamkan oleh Presiden Donald Trump jika Iran tidak setuju untuk melakukan negosiasi terkait program nuklirnya.
Perjanjian nuklir yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) sebelumnya disepakati pada 2015 dengan dukungan PBB. Kesepakatan ini bertujuan untuk membatasi aktivitas nuklir Iran dengan imbalan pencabutan sanksi ekonomi. Namun, pada 2017, Trump secara sepihak menarik AS dari perjanjian tersebut dan memberlakukan kembali sanksi dengan kebijakan ‘tekanan maksimum’ terhadap Iran.
Sebagai tanggapan, Iran mengurangi kepatuhannya terhadap perjanjian nuklir tersebut. Meski begitu, Teheran menyatakan tetap terbuka untuk perundingan tidak langsung yang difasilitasi oleh Oman. Seorang pejabat Iran menyebutkan bahwa perundingan semacam itu dapat digunakan untuk mengevaluasi keseriusan Washington dalam mencari solusi politik. Namun, ia juga mengakui bahwa proses ini dapat menghadapi berbagai kendala.
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menekankan bahwa Iran hanya akan berunding jika dilakukan dengan “kesetaraan”. Ia juga mengkritik AS yang terus mengancam menggunakan kekerasan dan melanggar Piagam PBB.
Panglima tertinggi Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), Mayor Jenderal Hossein Salami, memperingatkan bahwa Iran siap menghadapi perang apapun. Peringatan ini disampaikan pada Sabtu, 5 April 2025, di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS. Rusia turut mengecam ancaman AS terhadap Iran dan mendesak semua pihak untuk menahan diri.
“Baca Juga : Mahkamah Konstitusi Copot Yoon Suk Yeol dari Jabatan Presiden Korsel”