News terbaru – Ahmed Al-Sharaa resmi ditunjuk sebagai Presiden sementara Suriah pada 29 Januari 2025 setelah berhasil menggulingkan rezim Bashar Al-Assad. Pemimpin Suriah sebelumnya melarikan diri ke Rusia setelah berkuasa selama lebih dari lima dekade. Al-Sharaa, yang merupakan pemimpin kelompok pemberontak Hay’at Tahrir Al-Sham (HTS), hanya membutuhkan 13 hari untuk mengambil alih pemerintahan dengan dukungan penuh dari pihak regional.
Ahmed Hussein Al-Sharaa, yang juga dikenal dengan nama Mohammad Al-Julani atau Julani, lahir di Riyadh, Arab Saudi, pada 29 Oktober 1982. Ia berasal dari keluarga Muslim Sunni Suriah yang pindah kembali ke Damaskus pada 1989. Ayahnya bekerja sebagai insinyur minyak, sementara ibunya adalah seorang guru geografi. Setelah kembali ke Suriah, keluarganya menetap di lingkungan elite Mezzeh, di mana ayahnya membuka bisnis properti.
Sejak muda, Ahmed Al-Sharaa dikenal sebagai pribadi pendiam dan jarang menunjukkan ekspresi kegembiraan, seperti dilaporkan oleh British Times. Ia mulai tertarik dengan dunia politik setelah menyaksikan pemberontakan Palestina yang meletus pada tahun 2000. Kejadian itu membuatnya semakin bertekad untuk terlibat dalam perjuangan politik dan militer.
Setelah serangan 11 September 2001, Al-Sharaa pindah ke Irak dan tiba di sana sebelum invasi Amerika dan Inggris pada 2003. Pengalamannya di Irak menjadi titik awal perjalanannya dalam dunia militer dan strategi pemberontakan, yang kelak membawanya menjadi tokoh kunci dalam konflik di Suriah.
Ahmed Al-Sharaa mengawali kiprahnya di dunia militer dengan bergabung bersama Al-Qaeda di Irak pada 2003. Selama tiga tahun, ia terlibat dalam berbagai pertempuran melawan pasukan Amerika Serikat dan sekutunya. Menurut laporan The Times, ia semakin dikenal di dalam jaringan Al-Qaeda Irak karena keterampilan militernya.
“Baca Juga : Jay Idzes: Kapten Timnas Indonesia yang Sempat Diincar Juventus”
Dalam sebuah konfrontasi, Al-Sharaa ditangkap oleh pasukan Amerika dan ditahan di Kamp Bucca, Irak, tempat banyak jihadis yang kemudian menjadi tokoh utama kelompok militan. Di penjara ini, ia bertemu dengan Abu Bakr al-Baghdadi, yang kemudian memimpin ISIS.
Pada 2011, al-Baghdadi mengirim Al-Sharaa ke Suriah untuk membentuk Front Nusra sebagai bagian dari upaya menggulingkan pemerintahan Bashar al-Assad. Namun, keduanya kemudian berselisih paham, terutama dalam hal strategi dan metode perjuangan.
Pada Agustus 2011, Ahmed Al-Sharaa mendapat mandat dari Ayman al-Zawahiri, pemimpin Al-Qaeda, untuk mendirikan kelompok militan di Suriah. Ia membentuk Jabhat al-Nusra (Front Al-Nusra), yang menjadi salah satu kelompok pemberontak paling kuat di Suriah.
Namun, pada 2013, hubungan Al-Sharaa dengan ISIS semakin memburuk karena perbedaan pandangan, terutama terkait penggunaan metode ekstrem seperti pembunuhan massal dan pemenggalan. Al-Sharaa mulai menjauh dari ideologi jihad transnasional dan lebih fokus pada perjuangan nasional di Suriah.
Pada 2016, Al-Sharaa memutuskan untuk memisahkan Jabhat al-Nusra dari Al-Qaeda dan mendirikan Jabhat Fateh al-Sham (JFS), yang bertujuan untuk menjadi lebih independen. Namun, upaya ini tetap mendapat kecaman dari Amerika Serikat, yang menganggap JFS masih merupakan bagian dari jaringan Al-Qaeda.
Pada 2017, Al-Sharaa mengumumkan pembentukan Hay’at Tahrir al-Sham (HTS), yang merupakan gabungan beberapa kelompok bersenjata di Suriah. Meskipun Al-Sharaa menyatakan HTS sebagai entitas independen yang fokus pada perjuangan di Suriah, beberapa negara masih menganggap kelompok ini sebagai kelanjutan dari Jabhat al-Nusra.
Dengan rekam jejak militer yang panjang, Ahmed Al-Sharaa akhirnya berhasil menggulingkan rezim Bashar Al-Assad dan diangkat sebagai Presiden sementara Suriah pada 29 Januari 2025.
“Baca Juga : Hamas Tukar 3 Sandera dengan 183 Tahanan Palestina di Akhir Pertukaran”